Pages

Rabu, 25 Juli 2012

Antara Mencontek,Kebenaran dan Kejujuran




            Hal yang paling penting untuk seorang siswa adalah nilai. Terkadang, banyak anak yang sekolah tidak untuk menuntut ilmu. Melainkan hanya untuk mendapat nilai dan melupakan tujuan awal untuk bersekolah yaitu menuntut ilmu. Karena yang ada di pikiran mereka adalah nila yang bagus, bagus dan bagus. Sehingga mereka menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya. Lalu, mengapa semua itu bisa terjadi? Siapa yang bersalah?
            Pada kenyataannya, 90%  murid melakukan hal tersebut. Mendapat nilai setinggi mungkin dengan hal apapun. Apakah ini semua telah benar adanya? Bagaimana dengan kejujuran? Sudahkah kejujuran itu tidak dihargai lagi? Inilah yang menjadi pertanyaan saya. Mengapa guru hanya melihat anak yang bernilai tinggi saja? Tanpa menoleh apakah mereka benar-benar bisa atau tidak? Coba bayangkan, anak yang sebenarnya tidak tahu apapun, akan serba tahu ketika dia mencontek, mengintip jawaban teman dan mendapat nilai sempurna. Lalu, dia akan dianggap benar-benar pintar dan guru akan men-capnya menjadi anak yang pintar. Sehingga, pada suatu waktu si anak dikirim ke sebuah lomba untuk mewakili sekolah hanya karena si anak memiliki nilai yang bagus. Tidakkah ini semua tidak adil?
            Itu semua tidak lepas dari kebudayaan yang telah mendarah-daging di Indonesia. Bagaimana tidak? Negara kita telah terkenal dengan kebudayaan gotong – royongnya dan kerjasana untuk sealing membantu. Bisa jadi, karena kita telah dicap sebagai yang sedemikian itu, kita membawanya dalam kehidupan sehari-hari. Termasuk kerjasama dalam setiap ulangan dengan alas an membantu. Hal ini terkadang menjadi dilemma. Saat kita diluar rumah, orang tua terkadang member pengarahan kepada kita untuk saling tolong-menolong dalam hal kebajikan. Di lingkungan luar rumah, kita terkadang menerapkannya dalam kondisi yang salah. Bagaiman tidak salah? Kita menolong orang yang sedang kesusahan, memang iya. Tapi, kita menolong mereka ketika mereka sedang kesusahan menjawab soal ulangan. Saat itu,kita menconteki mereka karena kita kasihan, bahkan hanya untuk kata solidaritas.
            Jadi, tidak heran untuk para kutu buku yang tidak pandai bergaul tetap mempunyai teman banyak yang akan selalu ada di sekitar kutu buku saat ulangan. Mereka akan mendekati si kutu buku untuk mendapatkan contekan pada saat ulangan berlangsung. Lalu, saat ulangan selesai ucapan terima kasih dan senyum seolah sahabat dilontarkan kepada si kutu buku dengan harapan dia akan mencontekinya lagi.
            Memang susah, saat kita tidak ingin menconteki mereka, kita dikira jahat dan dimusuhi. Tapi, bila terus-terusan terjadi hal demikian, bukan tidak mungkin anak tolol menjadi pimpinan untuk orang yang notabene lebih cerdas daripadanya. Kalau hal tersebut telah terjadi, siapa yang akan dirugikan?
            Yah, memang beginilah Indonesia kita tercinta. Bahkan, tidak hanya di Indonesia saja karena banyak negara lain yang sudah mewabah hal seperti ini. Dan semua ini sebenarnya hanya berarti satu hal. Mulai tidak tipisnya dan tidak pentingnya kejujuran untuk setiap orang. Karena mereka hanya akan melakukan hal yang mereka anggap perlu untuk mendapatkan hal yang mereka mau. Jika semua itu mulai bertambah parah, akankah ada kebenaran di dunia ini? Karena ingatlah, kejujuran adalah awal dari setiap kebenaran.

  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar