Pages

Jumat, 18 Januari 2013

Pelajaran Hari Ini 12


Kamu tertawa, bukan berarti kamu tak terluka. Kamu menangis bukan berarti kamu sedih. Kamu terseyum bukan berarti kamu senang. Ketika mata ini mampu membedakan setiap makna dari setiap perbuatan, kamu akan melihat bagaimana kamu di mata mereka.


Entah ini karena aku yang jahat atau memang benar. Mungkin selama masa ini aku alami, tidak terasa hal-hal yang menunjukan keberatan teman-teman terhadap diri ini. Entah kenapa, belakangan ini aku jadi sering merasa bahwa selama ini tatapan mereka terhadapku berbeda. Mereka tersenyum saat aku membuat guyonan, tapi itu seperti bukan senyum kesenangan. Saat aku tertawa karena kesusahan, mereka tidak menatapku namun mereka memandangku.

Bebarapa hari dan hari yang lalu, tepatnya setelah kematian ayahku. Aku mulai belajar tentang kedatangan seseorang tanpa melihat mereka. Sebenarnya tidak belajar, mungkin ini lebih kuksebut dengan “aku baru menyadarinya”. Ini dimulai saat aku menatap cermin di rumahku. Saat itu rumahku dalam keadaan kosong. Saat aku mengaca, aku merasakan kehangatan yang berbeda di sebelah kanan badanku. Akupun penasaran dan akhirnya terfokus pada rasa hangat itu. Lama-kelamaan aku merasa rasa hangat itu berbentuk semakin besar menjadi tubuh manusia. Yah, benar saja, ada tamu datang ke rumah. Hal ini semakin berulang, aku bisa merasakan kehadiran ibuku dari dalam rumah. Mungkin dengan tersadarnya aku akan hal ini, saat ibuku berbohong kepadaku, aku tiba-tiba bisa menebak dia berbohong, dan benar saja. Saat aku melihat temanku terdiam, saat aku tanya kenapa dia diam. Tiba-tiba aku merasakan kesedihan dimatanya serasa merasuk ke badan. Saat salah seorang temanku yang lain menatapku, aku tidak tahu mengapa, aku merasa tatapannya ingin tertawa kepadaku. Aku bingung, lama-kelamaan aku merasa ini bukan analisa melainkan hanya perasaan saja.

Yah, yang ingin aku ungkapkan hari ini bukan mengenai masalah tersebut. Hanya kegalauan yang aku alami saat ini. Ini terjadi tadi pagi. Saat pelajaran dimulai kami menjalani pelajaran seperti biasa. Semuanya tampak normal, ceria, santai. Namun semuanya memang telah aku rusak. Tidak ada maksudku untuk merusak suasana enak seperti itu, tapi aku juga tidak mau saat Fisika nanti aku di hukum karena tidak mengumpulkan tugas Fisika. Ternyata, aksiku mengerjakan tugas lain diketauhi oleh guru pelajaran saat itu, diambilah tugasku yang sedang aku kerjakan. Yah, dan parahnya tugas milik kedua temaku juga diambilnya. Padahal mereka berdua tidak mengerjakan tugas itu, hanya menaruhnya di balik buku mereka.

Yah, semuanya jadi salahku. Aku akui aku bersalah, tapi tau tidak apa yang menjadi perdebatan di hatiku? Saat aku mencoba meminta maaf kepada guru yang mengambil tugasku tadi, beliau berkata sambil memandangku “Aku memaafkan tapi aku tidak melupakan”. Sayangnya, aku bukan anak yang pintar mengungkapkan perasaan dan berekspresi. Jadi, saat guruku mengatakan hal tersebut, aku hanya berkata “Oh iya bu, terima kasih”. Dan berlalu begitu saja. Karena menurutku tugas itu bisa aku buat lagi. Tapi aku tahu dari pandangan yang dilontarkan guruku tadi, itu pandangan “menyumpah” bukan pandangan memaafkan. Aku merasakan memaafkan dalam setiap katanya, tapi di dalam matanya lebih dalam aku melihat sesuatu lebih hebat, dendam. Mungkin aku tahu apa yang akan dilakukan guru itu.

Yah, dia akan bercerita hal ini kepada guru yang lain. Itu pasti dia lakukan, bukan hanya itu saja. Dia akan membesar-besarkannya. Karena dia adalah orang yang hanya memandang lurus ke satu arah. Dia seperti kuda  yang hanya bisa melihat apa yang ada di depannya. Apa yang kelihatannya benar, apa yang ada. Hanya 1 fikiran, dan acuh terhadap keadaan. Baginya, mengatakan hal itu akan membuatku menyesal. Yah, memang aku menyesal tapi tidak akan membuatku berhenti menggapai impian “menjadi yang terbaik di kelas”.

Setelah itu, temanku menangis karena hal ini. Aku jelas merasa bersalah atas semua ini. Tapi aku memang tidak mampu berbuat apapun. Saat yang sama, aku melihat seseorang menatapku. Tatapannya mengatakan “rasakan” kepadaku. Ada yang lain pula, seperti mengisyarakatkan “saat ini kau masih bisa tertawa?”. Tapi aku melihat mata temanku yang menangis seperti mengatakan “aku berusaha untuk tidak menyalahkan siapapun”. Terima kasih atas anugerahnya. Apapun yang aku rasakan semakin peka. Aku sekarang jadi ingin kepakaan ini menjadi semakin kuat, kuat, dan kuat. Aku inginkan hal lebih dalam hidup ini, tidak hanya cukup.
By           : Dolphin_skygirl

Tidak ada komentar:

Posting Komentar